Milky Way

Siapa yang tidak teringat dengan cerita Rangga dan Cinta yang akhirnya terualas kembali setelah empat belas tahun? Empat belas tahun. Tak hanya cerita Rangga dan Cinta yang membekas dalam empat belas tahun ke belakang. Empat belas taun yang lalu pula aku....aku tak tau apa yang terjadi padaku namun yang kutau pasti, beberapa detik lalu aku masih berdiri di depan roti bertumpuk dengan lilin yang berbentuk angka 1 dan angka 4. Oh, apakah ini yang dinamakan ulang tahun? Oh iya benar, sepertinya aku baru saja merayakan ulang tahunku yang ke empat belas tahun. Kemudian, apa yang membuatku berdiri disini? Disini sepi, hening tenang, dan aku hanya bisa melihat langit-langit di sekitarku. Ada apa dengan otakku, kenapa aku tak dapat mengingatnya, oh aku benci dengan IQ ku yang rendah ini. Hish menyebalkan sekali.
“Bintang jatuh! Make a wish!”
Suara itu benar-benanr mengagetkanku dan membuat seluruh bulu tubuhku berdiri semua. Aku panik, apakah itu suara dari seorang makhluk hidup atau... suara dari makhluk yang l a i n n y a.
“Kenapa tangan cantikmu itu, kamu gunakan untuk memukul kepalamu sendiri? Nggak berguna banget tau nggak sih. Sini coba perlihatkan telapak tanganmu padaku saja.” suara ini halus, menenangkan dan indah seperti langit yang sedang kupandang saat ini.   
Walau otakku masih sibuk memikirkan siapa wanita ini sebenarnya, tanpa kusadari telah kujulurkan saja telapak tanganku dihadapannya. Setelah satu menit kemudian aku baru menyadari hal itu dan sudah tergeletak satu buah lolipop diatasnya. Benakku berkata, wow wanita ini istimewa sekali. Bagaimana bisa, tahu kalau aku menyukai permen lolipop. Hihi. Seketika melihat lolipop, otakku yang semula sedang sibuk memikirkan siapa wanita ini, berganti, sibuk untuk menikmati kelezatan setiap kecup lolipop yang baru kudapat.
“Selamat ulang tahun, bidadari kecilku. Sepertinya kamu tidak bisa mengenali sosok ibu kandungmu, maafkan aku ya. Terimakasih sudah bisa tumbuh sebaik ini. Aku sangat beruntung bukan?” kata wanita disebelahku ini dengan senyumnya yang sangat lebar dan matanya yang...oh apakah itu air mata? Matanya berkaca-kaca. Karena apa ya kira kira, eh sebentar tunggu tunggu. Aku selalu bertengkar dengan otakku sendiri dalam masalah memory. Aku harus berusaha keras untuk mengingat dan mencerna kembali kata-kata apa yang baru saja dilontarkan oleh wanita ini. Aku rasa perkataaan itu sangat penting namun, ah sial kenapa otakku ini sulit mengingatnya.
Aku tersentak, lolipop yang masih berada di dalam mulutku segera kukeluarkan dan kupegang dengan tanga sebelah kiri. Mulutku masih terbuka selebar ukuran permen lolipop yang baru saja kumakan, mataku terbuka lebar selebar lebarnya dan anggota tubuhku yang lain seperti membeku, diam tak bergerak sedikit pun. Hal ini terjadi ketika aku sudah mengingat apa perkataan dari wanita itu. Bidadari kecilku. Siapapun, tolong sadarkan aku, wanita ini adalah bundaku. B U N D A K U.
“Bunda?” bisikku lirih padanya dengan tatapan mata yang amat dalam yang tak dapat kujelaskan bagaimana bentuknya.
“Iyaa. Ini bunda. Bunda yang setiap hari menelfonmu dan mendengarkan setiap ceritamu sejak bertahun-tahun lalu. Bunda yang membuatmu jatuh cinta pada permen warna warni itu. Gimana lolipopnya? Suka? Rasanya sama nggak kaya yang biasanya bunda kirimin? Mmmm?” jelas wanita itu sambil memposisikan tubuhnya lebih dekat denganku dan meletakkan kedua telapak tangannya pada kepalaku. Membasuh dengan lembut rambut sebahuku yang terurai tak rapi ini.
Sedangkan aku masih terdiam, masih membeku seperti es yang berada di kutub utara dan selatan. Rasanya ingin kupukul diriku sendiri dengan batu es agar aku segera sadar bahwa wanita yang berada didepan ku ini adalah ibu kandungku.
“Kemarilah, coba perhatikan langitnya. Kalau tak berubah, seharusnya  malam ini ada peristiwa astronomi yang bernama hujan meteor lyrid. Tapi, bunda juga nggak tahu, apakah kita bisa menikmatinya dari sini atau tidak.”
“Sepertinya hujan meteor lyrid sudah dimulai, bun.”’
“Hah? Apa maksutmu? Kamu mengerti pula tentang astronomi dan hujan meteor lyrid?”
“Enggak, bun. Enggak ngerti sama sekali. Yang aku tahu hanya, pertiwa astronomi itu sangat langka dan sulit untuk dilihat. Padahal, jika dapat dinikmati dengan mata, peristiwa astronomi apapun pasti akan memberikan permanjaan tersendiri bagi indra penglihat manusia. Melihat bunda ada di depan mataku saat ini, membuat indra penglihatanku dimanjakan. Kejadian beberapa detik kebelakang ini sangat langka dan sulit dilihat dengan mata. Dengan begitu, aku sudah menganggap hujan meteor lyrid sudah turun dalam kehidupanku karena dapat melihat raga bunda dengan indra penglihatanku sendiri” ucapku. Dan sekarang, jujur aku sudah lupa dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Oh memang kemampuan memoriku ini lemah sekali.
“Waw. Bundatidak percaya, apakah benar kamu ini berulang tahun yang ke empat belas. Bukannya yang ke tujuh belas”ucap wanita sambil memberikan tawa kecil di akhir kalimat.
“Ayah dimana bund? Kok bunda sendirian, nggak barengan sama ayah?” ucapku secara tiba-tiba dan tidak berfikir apapun sebelum bertanya. Hanya saja, setelah melihat ku dan bunda duduk berdekatan seperti ini, aku menjadi teringat oleh sosok laki-laki yang seharusnya berada di samping bundaku. Tapi ia tak disamping sekarang. Ayahku....
“Sini, duduklah lebih dekat dengan bunda. Malam ini sangat dingin, bunda ingin dipeluk biar hangat. Dan sepertinya kulit tubuhmu sudah mirip dengan Jacob di Twilight, hangat sekali. Hahahahh” celetukknya sambil memelukku. Entah, ini terasa kuat hingga aku sulit bernafas. Sejujurnya.
---
Malam itu, aku duduk sambil memeluk bunda dengan erat. Tak sedetikpun kulepas genggaman tanganku dari tangan bunda. Kami  hanya duduk duduk saja, memandangi langit yang penuh bintang hingga pada saat suara bunda mulai menghilang dan kudapati bunda sedang...menangis. Lalu kemudian, bunda bercerita tentang ayah. 
Baru saja kusadari jika bundaku adalah seorang koki di belahan dunia lain. Baru saja kusadari bahwa inilah yang dimaksut dengan bekerja di luar negeri. Rasanya aku malu, aku ini anaknya atau bukan sih? Lambatnya memoriku itu sudah menjadi fakta. Namun, kebodohanku untuk tidak mencari tahu tentang bundaku sendiri, baru saja menjadi fakta mencekikkan bagi diriku sendiri. Malam itu bunda bercerita tentang banyak hal mengenai dirinya. Rasanya seperti aku sedang mendengarkan cerpen secala visual. Bundaku telah berada di Jepang selama kurang lebih tiga belas tahun. Tepatnya, setelah satu tahun melahirkan aku di Indonesia, bunda terbang meninggalkan tanah air dan menjalani kehidupannya di negara sakura tersebut. Awalnya, aku kira bunda langsung menjadi koki sejak pertama kali ia sampai di Jepang. Tidak, ternyata dugaanku meleset seperti tendangan bola yang tak masuk gawang. Bunda melanjutkan sekolah memasaknya di Jepang pada saat itu. Mengapa jepang, karena bunda menyuakai kota itu. Hanya sebatas itu saja yang dapat kujelaskan tentang mengapa bunda memilih Jepang untuk melanjutkan study nya saat itu. Belajar memasak ternyata tak semudah yang kulihat selama ini di dapur bersama nenek dan tante Audree. Kupikir, setiap wanita terlahir dengan kemampuan memasak pada dirinya. Ternyata tidak, tidak setiap wanita bisa memasak. Salah sau contohnya adalah bundaku. Walau bundaku sekarang telah menjadi seorang chef pada sebuah restoran miliknya sendiri namun, bunda bukanlah wanita yang terlahir dengan bakat memasakknya. Kata bunda, bakat memasak pasti dipelajari oleh setiap wanita apapun profesinya. Aku sedikit tak mengerti dengan perkataan bunda ini, aku hanya dapat menyimpulkan bahwa aku harus segera mempersiapkan diriku untuk memasuki dunia dapur yang menakutkan. Penuh gas berbahaya, penuh api, penuh benda tajam, penuh bahan bahan yang dipotong seenaknya sendiri. Bagiku, dapur adalah tempat berbahaya, sangat berbahaya. Bunda menjalankan study selama dua tahun dan setelah itu, bunda mulai bekerja di dapur yang sesungguhnya. Belajar di dapur sesungguhnya, membuat bunda senang dan bebas karena tak perlu bertengkar dengan buku dan jurnal jurnal penuh bahasa planet setiap harinya. Di dalam dapur, bunda hanya perlu memegang pisau dan memotong nya sesuka hati. Tapi ternyata bunda sempat salah saat pertama kali bekerja di dapur, semuanya tak sesuai ekspektasi. Bukannya memegang pisau dan mencincang semua bahan yang ada namun, kaki bunda harus terus melangkah kesana kemari untuk mengambil bahan bahan dari gudang ke dapur, dari dapur ke gudang. Dari pagi hingga malam rasanya kaki bunda ini tak berhenti untuk melangkah. Bundaku tak mengerti mengapa dia bekerja dengan jobdesk yang seperti itu. Karena mencari pekerjaan sangatlah sulit diluar negeri sana, bunda memilih untuk menetap pada restoran itu walaupun ia tidak menjadi seorang koki melainkan “pembantu”. Memindahkan berkilo kilo sayuran dan bahan makanan lain dari gudang menuju dapur yang jaraknya dapat mencapai dua puluh langkah kaki bunda, membuat badan bunda bekerja lebih keras. Pernah suatu malam, setelah selesai kerja, bunda menjatuhkkan sebuah balok es batu karena licinnya tekstur es batu. Balok es itu cukup besar dan cukup membuat bunda kesakitan saat jatuhnya balok es itu yang berada tepat ditas jari manis kakinya. Tidak segera menyembuhkan luka di kakinya, bunda justru memilih untuk segera membersihkan pecahan dari balok es itu. Sialnya lagi, ketika bunda telah selesai membersihkan apa yang ia kacaukan, dengan kondisi jari kaki kiri yang terluka, bunda berjalan menuju pintu keluar dan ia mendapati air sedang berjatuhan ratusan jumlahnya dari langit. Hujan, dan bunda tak mebawa payung.
Kata bunda. “rasanya bunda mau menangis saja malam itu. menagis karena sakitnya jari kuku yang terluka, perut yang merasakan lapar dan tangisan hati yang tak kunjung mereda.”
Itu adalah hari yang tak terlupakan bagi bunda, karena menurut bunda, hari itu sangatlah berat untuk dilaluinya sendirian. Bunda juga tak menelfunku saat hari itu. Bunda mengatakan bahwa bunda langsung tertidur setelah sesampainya di apartemen. Pikirannya pecah, kukunya terluka dan hatinya tak karuan.
Satu tahun menjadi “pembantu” dalam restoran itu, akhirnya bunda menjadi salah satu bagian dari koki dalam tim memasak. Hal ini didaptkan bunda karena bunda memenangkan lomba memasak yang diadakan satu tahun sekali di daerah tersebut. Kata bunda, pokoknya acara lomba memasak ini sangat bergengsi di kalangan koki saat ini. Keberhasilan bunda dalam memenangkan lomba tersebut, membawa bunda ke depan kompor koki nomor dua dari sebelah kiri pintu. Disinilah, ekspektasi bunda mulai terealisasi. Bunda memiliki pisau sendiri, memiliki posisi kompor sendiri dan diizinkan meberikan ide menu spesial dari restoran tersebut. Jam pulang bunda memang tidak terlalu malam dibanding dengan jam pulang saat bunda ada pada profesi sebelumnya. Namun, profesi baru bunda ini lebih dan sangat melelahkan. Sehingga, dampaknya bunda melupakan satu hal yaitu, profesinya sebagai ibu. Bunda tidak menelfunku bisa sampai satu bulan lebih. Karena aku masih kecil saat itu,aku tidak merasakan kalau itu adalah hal yang aneh dan salah. Sebagai ibu, melupakan anaknya sendiri. Tapi, aku juga berfikir pada kepalaku sendiri, kalau bundaku melupakanku saat itu karena kesibukan yang ia jalankan. Bagaimana denganku? Kenapa aku tak mencari bundaku pada saat itu? Entalah, tolong jangan paksa aku untuk bertengkar kembali dengan otakku. Sepuluh tahun kemudian setelah bunda mendapatkan posisi kompornya, bunda memutuskan untuk mengundurkan diri dari restoran tersebut. Bukan karena bunda akan kembali ke tanah air atau melanjutkan study nya. Tapi karena bunda memiliki rencana untuk membuka restoran sendiri, untuk menjadikan dirinya sebagai seorang chef dalam sebuah restoran. Karena itulah, itulah impian terbesar bunda. Proses demi pross mebuka restoran baru terlaksana dan berhasil. Bunda telah memiliki restoran sendiri. Ia menamakan restorannya “Milky Way”. Hingga pada suatu hari setelah terbukanya restoran itu, datanglah seorang pelanggan memesan sebuah menu yang tidak disajikan oleh restoran tersebut. Pelanggan itu meminta untuk disajikan sepiring omelette mie disiram dengan bumbu saus manis lengkap dengan jagung, wortel dan kacang polongnya. Nafas bunda seperti berhenti sesaat hari itu, memori yang ada di otak bunda saling beradu dan bertengkar hingga pada akhirnya bunda mengingatnya. Menu makanan yang diminta oleh pelanggan itu adalah menu makanan yang disukai oleh ayah. Bunda segera menghampiri meja pelanggan tersebut dan tercekiklah leher bunda saat melihat lelaki itu duduk bersama gadis kecil didepannya. Tak usah panjang lebar, langsung kujelaskan saja bahwa gadis kecil itu adalah anak dari ayahku tapi bukan dari bundaku. Aku tak mengerti jelas cerita tentang ayah, bunda dan mengapa ayah tak ada di samping bunda saat ini. Bunda hanya mengatakan, malam itu, saat aku masih ada di dalam perut bunda, bunda menangis di kamar mandi setelah menghadiri sebuah rapat dengan temannya. Dadanya terasa sesak, pipinya memerah, hidungnya terus bekerja mengeluarkan ingus dan matanya tak berhenti mengalirkan air mata. Bunda terus mengirimkan pesan pada nomor itu, berkali kali hingga berpuluh puluh kali dan tetap tak ada jawaban. Hingga pada akhirnya, bunda memencet tombol hijau di pojok kiri. Nomornya tersambung, bukan tak diangkat tapi di reject kalau kalian tau istilahnya. Satu kali, bunda tak percaya, hingga ia mencobanya berulang ulang kali sampai berpuluh puluh kali. Tetap saja, sama, sambungan telefun bunda bukan tidak tersambung atau tidak dijawab namun, di reject oleh pemiliknya.
Bundaku orang yang sangat hebat sepertinya. Malu rasanya baru mengerti semua tentang bunda sekarang ini. Bunda menempuh segala cara untuk meraih mimpinya menjadi seorang chef. Disamping sibuk meraih mimpi, bunda juga sibuk bergulat dengan dirinya sebagai seorang wanita saja. Mengandungku, melahirkanku dan membesarkanku hingga memiliki sebuah profesi paling hebat di mata wanita yaitu menjadi seorang ibu. Bunda telah mendapatkan profesi itu. Kabar dari ayah, dari seorang lelaki yang tak kunjung datang cukup membuat bunda menderita selama beberapa tahun. Oh sepertinya bukan, hal ini membuat bunda menderita sampai pada saat ini. Berperan menjadi seorang ibu, chef dan seorang wanita, buatku bunda menjadi sangat hebat. Tak hanya hebat namun juga indah dan tak terbayangkan. Kalau kalian tau tentang milky way, aku rasa wanita wanita di dunia ini seperti itu, tak hanya bundaku. Memancarkan cahaya indah, melakukan berbagai hal dengan sangat baik dan tak terbayangkan kehebatannya. Sama seperti milky way, perasaan atau hati seorang wanita itu sangat luas dan jauh namun selalu ada di samping kita. Pada akhirnya, aku tak dapat merangkai kata dengan indah untuk menggambarkan kehebatan bunda dan bunda bunda lain yang ada di dunia tapi yang pasti, mereka sangat luar biasa. Bundaku hanyalah salah satu dari ribuan wanita hebat di dunia yang dapat aku gambarkan. Diluar sana, ratusan bahkan ribuan wanita wanita hebat lain bertebaran. Memiliki peran dari sebuah drama kehidupan yang berbeda, konflik serta rintangan yang berbeda beda pula. Sejujurnya aku tidak tahu kondisi wanita di luar negeri namun, jika di Indonesia, banyak wanita wanita yang seperti milky way. Layaknya milky way yang memeberikana kehidupan di bumi, wanita wanita ini memberiku kehidupan di tanah air ini. Jika aku memiliki sebuah kesempatan, aku ingin mengucapkan berbagai macam rasa terimakasih kepada semua wanita di negeri tercinta ini. Bagaimana caranya? Sebenarnya itu yang paling tidak kutahu. Karena telah menjadi wanita hebat yang berhasil memamerkan dirinya dengan prestasi dan perjuangannya diatas cerita pilunya, penderitaan, gaya pakaian dan make up nya, terimakasih bunda. Sungguh, aku bangga bertemu dengan sosok wanita seperti bunda, love you.

Eh hampir lupa aku tak mengenalkan diri. Namaku Bintang Jovian Putri, baru saja menginjak usia empat belas tahun. Lalu wanita yang kuceritakan itu adalah bundaku, namanya Amalthea Bintang Istiqfharin. Aku tak tahu kenapa, tapi aku merasa sangat istimewa ketika aku tahu bahwa nama panggilanku dan nama panggilan bunda sama. Bintang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perahu Kertas

Mahasiswa Psikologi, Peminatan Apa?

Bunga Jelek Namun Kagak Bisa Mati