Natalia dan Dera
"andaikan aku bisa menukarkan hidupku dengan orang lain ya, ta" suara Dera nulai terdengar, membuka percakapan sore itu.
"kalaupun kamu bisa, aku mau bertukar hidup dengan kamu,ra" sahut Natalia dengan suara paling kecil yang pernah ia keluarkan selama ini.
Dera hanya tertawa sambil setengah menangis mendengar perkataan Natalia. Natalia adalah orang paling berharga bagi Dera. Naatalia yang membuat Dera kembali hidup di tengah-tengah sulitnya melawan kanker yang mengidap kepalanya. Bagi Dera juga, Natalia bagaimkan malaikat dari Tuhan yang dikirimkan untuk dia setelah Randy. Sepanjang SMA, Dera lewatkan hanya bersama Randy. Ke sekolah, nggerjain tuga, ke acara temen, ke dokter, semuanya dilakuin bareng sama Randy. Hingga Dera tersadar jika dia tidak memiliki seorangpun teman setelah ia bertemu Natalia. Di yayasan milik Natalia, berteman bersama Natalia Dera mendapatkan banyak pelajaran. Sekalipun tidak ada Randy setiap saat di sampingnya namun, Randy selalu datang setiap hari untuk menjenguknya. Sebenarnya Deran heran dengan manusia seperti Rnady. Apa yang ada di dalam benak dan pikiran Randy, sampai saat ini Derea belum menemukan jawabannya. Memacari orang sakit, menjenguknya setiap hari, menunggunya hingga dia pergi. Apa yang Randy lakukan kepada Dera, benar-benar tidak bisa ia pahami. Inilah alasannya mengapa Dera menyebut Randy sebagai seorang malaikat dari Tuhan yang didatangkan untuknya.
"ta, apa gunanya menukarkan hidupmu dengan aku? hidupmu bahkan jauh lebih indah dari pada aku." ucap Dera dengan suara yang tersendat sendat.
"akan lebih baik jika cepat meninggalkan dunia ini, ra." menundukkan kepalanya. Dan kali ini, Natalia memalingkan mukanya. Matanya pedih, tak dapat di tahan.
"Naatalia, sadar ! Aku ini seseorang yang tidak sesehat kamu. Tiap hari kugunakan waktuku untuk menunggu waktu berakhirku. Untuk berjalan saja aku harus menggunakan empat tangan, dua tangan ku dan dua tangan Randy atau tangan kamu. Untuk makan, minum untuk apapun aku...." belum selesai Dera berbicara sambil meninggikan nadanya, Natalia memalingkan mukanya dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Dera.
"Sekalipun kamu tidak bisa memiliki anak kamu akan tetap memilih menjadi seperti aku,ra?" Suara Natalia semakin mengecil karena sesak di tenggorokannya yang sedang menahan tangis.
Dera terdiam. Kali ini Dera benar-benar tidak mengerti dengan Natalia. Hari ini, baru pertama kalinya Dera mendengar suara Natalia sekecil ini. Lewat kolam ikan di sebelah kursi rodanya, pandangan Dera beralih dari Natalia. Seorang lelaki berdiri sekitar 1 meter di belakang kursi Natalia.
"Ra, selama ini aku udah cukup jadi pendengar yang baik buat kamu. Boleh nggk kita tukeran posisi? Hari ini aja, satu hari aja. Aku pingin kamu yang jadi pendengar dan aku yang jadi pembicaranya." ucap Natalia. Menatap mata Dera begitu dalam dan menggenggam tangan Dera begitu erat.
Sekali lagi Dera terdiam. Bukan karena reaksi dari penyakitnya. Namun karena suasana saat itu. Pikiran Dera berantakan. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia terpaku, rasanya seperti sedang berada dalam syuting sebuah film. Wajahnya tidak menatap Natalia, namun menatap lurus ke depan sambil sesekali melirik ke air kolam.
"Ra, suami aku ini seorang dokter. Dalam kamus kehidupan, seharusnya kehidupan seorang dokter berjalan indah seindah melihat jajaran bintang di langit malam hari. Tapi tidak pada kehidupan suami ku. Aku penyebabnya. Aku, istrinya dia" Air mata Natalia sudah tidak bisa bersembunyi lagi. Suaranya mulai mengeras saat ini karena tangisannya sudah tidak terhendi di tenggorokan.
"Dera, kamu mau kan jadi saksi aku hari ini?" tanya Natalia, menatap dalam mata Dera
"Saksi apa, ta? Ta, tapi kenapa sih kamu tidak pulang dan berusaha ngobrol baik baik sama Kenda?" ujar Dera perlahan sambil tetap memandang mata Dera.
"Aku belum siap mental, ra. Bicara sama Kenda? Dera, Kenda adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah aku temui. Aku ini seorang konsultan jiwa dan kesehatan. aku juga punya sebuah yayasan. Aku banyak mendengar keluhan hidup orang lain di luar sana. Dan tidak sedikit pula yang dapat kubaca pikirannya. Namun, mengenai suami ku sendiri aku tidak bisa membaca apapun, ra. Aku ingin menyiapkan segalanya dengan baik, ra. Ketika aku pulang ke rumah nanti, hal pertama yang aku takutkan adalah suara Kenda, sentakannya, caciannya, makiannya untuk ku, isttrinya." Suara Natalia terhenti, sekali lagi ia menundukkan kepalanya sambil menggenggam tangan Dera begitu erat.
"Ta.." Dera masih tetap sama. Ia tidak sanggup berkata apa apa. Hal yang dapat ia lakukan hanyalah pelukan untuk Natalia.
"Di depan kamu sekarang aku ingin berbicara mengenai hati aku. Aku berani membicarakan hal ini di depan kamu karena kamu juga merasakan cinta, ra. Dera, apapun yang terjadi kedepannya nanti, aku hanya ingin menjadi seorang pengantin satu kali dalam seumur hidup. Sekalipun pernikahan ku pada nantinya akan menjadi hal paling menyedihkan di hidupku, aku tidak mempedulikan itu. Yang aku pedulikan hanyalah bagaimana istimewanya aku bersanding di altar bersama Kenda." suaranya melantang kembali. Ia mengangkat dagunya sedikit ke atas. Raut mukanya sudah mulai terlihat oleh Dera. Bola matanya terlihat lebih tebal dari sebelumnya.
Kini Dera yang berganti menundukkan kepala ketika Natalia mulai menampakkan senyuman kecil di raut wajahnya. Pandangan Dera berbelok ke kolam ikan yang berada di dekatnya. Lelaki itu kini sedikit lebih mendekat di belakang kursi tempat Natalia duduk. Sejujurnya, bukan karena perkataan Natalia yang Dera tangiskan. Tetapi karena lelaki itu, lelaki yang bayangannya nampak pada kolam ikan.
"Ta, kamu pernah berbicara sama aku seperti ini. 'Dera, jangan terlalu suka memikirkan apa yang akan terjadi padamu di masa yang akan datang. Karena apa yang terjadi pasti akan terjadi. Waktu kamu di bumi tidak cukup untuk memikirkan hal hal yang seperti itu. Lebih baik pikirkan apa yang ingin kamu lakukan hari dan apa yang sudah kamu lakukan hari ini.' Kamu ta yang bicara seperti itu kepada ku tapi kenapa,ta kenapa kali ini justru kamu memikirkan hal hal yang belum pasti terjadi. Ini tidak adil bagiku, ta tidak adil" Suara Dera berubah, tangannya ia letakkan tepat menyentuh sekujur raut wajahnya yang tampak tidak ada senyuman disana.
Natalia tersenyum mendengar perkataan Dera. Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik. Senyumannya lapuk. Ia menggenggam tangan sahabatnya itu dua kali lebih erat daripada sebelumnya. Kali ini bukan karena perkataan Dera, tapi karena ia melihat seseorang di kolam ikan. Seorang laki laki menggenakan jas putih sedang berdiri tegak disana. Lelaki itu sama dengan lelaki yang dilihat Dera sebelumnya. Kenda.
Sekali lagi Dera terdiam. Bukan karena reaksi dari penyakitnya. Namun karena suasana saat itu. Pikiran Dera berantakan. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia terpaku, rasanya seperti sedang berada dalam syuting sebuah film. Wajahnya tidak menatap Natalia, namun menatap lurus ke depan sambil sesekali melirik ke air kolam.
"Ra, suami aku ini seorang dokter. Dalam kamus kehidupan, seharusnya kehidupan seorang dokter berjalan indah seindah melihat jajaran bintang di langit malam hari. Tapi tidak pada kehidupan suami ku. Aku penyebabnya. Aku, istrinya dia" Air mata Natalia sudah tidak bisa bersembunyi lagi. Suaranya mulai mengeras saat ini karena tangisannya sudah tidak terhendi di tenggorokan.
"Dera, kamu mau kan jadi saksi aku hari ini?" tanya Natalia, menatap dalam mata Dera
"Saksi apa, ta? Ta, tapi kenapa sih kamu tidak pulang dan berusaha ngobrol baik baik sama Kenda?" ujar Dera perlahan sambil tetap memandang mata Dera.
"Aku belum siap mental, ra. Bicara sama Kenda? Dera, Kenda adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah aku temui. Aku ini seorang konsultan jiwa dan kesehatan. aku juga punya sebuah yayasan. Aku banyak mendengar keluhan hidup orang lain di luar sana. Dan tidak sedikit pula yang dapat kubaca pikirannya. Namun, mengenai suami ku sendiri aku tidak bisa membaca apapun, ra. Aku ingin menyiapkan segalanya dengan baik, ra. Ketika aku pulang ke rumah nanti, hal pertama yang aku takutkan adalah suara Kenda, sentakannya, caciannya, makiannya untuk ku, isttrinya." Suara Natalia terhenti, sekali lagi ia menundukkan kepalanya sambil menggenggam tangan Dera begitu erat.
"Ta.." Dera masih tetap sama. Ia tidak sanggup berkata apa apa. Hal yang dapat ia lakukan hanyalah pelukan untuk Natalia.
"Di depan kamu sekarang aku ingin berbicara mengenai hati aku. Aku berani membicarakan hal ini di depan kamu karena kamu juga merasakan cinta, ra. Dera, apapun yang terjadi kedepannya nanti, aku hanya ingin menjadi seorang pengantin satu kali dalam seumur hidup. Sekalipun pernikahan ku pada nantinya akan menjadi hal paling menyedihkan di hidupku, aku tidak mempedulikan itu. Yang aku pedulikan hanyalah bagaimana istimewanya aku bersanding di altar bersama Kenda." suaranya melantang kembali. Ia mengangkat dagunya sedikit ke atas. Raut mukanya sudah mulai terlihat oleh Dera. Bola matanya terlihat lebih tebal dari sebelumnya.
Kini Dera yang berganti menundukkan kepala ketika Natalia mulai menampakkan senyuman kecil di raut wajahnya. Pandangan Dera berbelok ke kolam ikan yang berada di dekatnya. Lelaki itu kini sedikit lebih mendekat di belakang kursi tempat Natalia duduk. Sejujurnya, bukan karena perkataan Natalia yang Dera tangiskan. Tetapi karena lelaki itu, lelaki yang bayangannya nampak pada kolam ikan.
"Ta, kamu pernah berbicara sama aku seperti ini. 'Dera, jangan terlalu suka memikirkan apa yang akan terjadi padamu di masa yang akan datang. Karena apa yang terjadi pasti akan terjadi. Waktu kamu di bumi tidak cukup untuk memikirkan hal hal yang seperti itu. Lebih baik pikirkan apa yang ingin kamu lakukan hari dan apa yang sudah kamu lakukan hari ini.' Kamu ta yang bicara seperti itu kepada ku tapi kenapa,ta kenapa kali ini justru kamu memikirkan hal hal yang belum pasti terjadi. Ini tidak adil bagiku, ta tidak adil" Suara Dera berubah, tangannya ia letakkan tepat menyentuh sekujur raut wajahnya yang tampak tidak ada senyuman disana.
Natalia tersenyum mendengar perkataan Dera. Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik. Senyumannya lapuk. Ia menggenggam tangan sahabatnya itu dua kali lebih erat daripada sebelumnya. Kali ini bukan karena perkataan Dera, tapi karena ia melihat seseorang di kolam ikan. Seorang laki laki menggenakan jas putih sedang berdiri tegak disana. Lelaki itu sama dengan lelaki yang dilihat Dera sebelumnya. Kenda.
lam knl mbk ilena,,sae tulisane,,,saking mblitar njih?????????.......
BalasHapus