Balutan Buku Biru dan Kisahku
Satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari. Akhirnya aku sampai juga pada hari ke-enam dalam dua pekan terakhir di bulan Juni 2013 ini. Hari dimana aku harus menghadapi dua kenyataan berat. Menerima laporan hasil belajar semeter ini dan juga menerima kenyataan jika aku sudah sampai pada penghujung usia kelas XI. Entah bagaimana aku menggambarkan perasaan ku pada hari ini, yang jelas sangat sulit untuk diungkap lewat kata-kata. Mengenai laporan hasil belajar atau lebih sering disebut "raport" ku di semester ini, hati dan pikiran ku memberiku isyarat buruk akan hasilnya. Sebenarnya sejak seminggu yang lalu aku sudah berbicara dengan mama untuk tidak marah jika hasil ku kali ini lebih buruk daripada semester lalu. Respons mama seperti pada umumnya, sama sekali tidak menggubris perkataan ku. Aku rasa, aku memang pantas jika harus menelan kenyataan buruk semester ini. Kegiatan di luar pelajaran yang aku jalani, sempat membuatku lalai akan pelajaran kelas atau bahkan tentang "aku masih seorang pelajar". Terlalu banyak beban yang harus aku tanggung dan aku terlalu menikmati itu semua. Satu guru sempat menegurku kala itu, beliau mengatakan jika aku ini murid yang pandai, apabila aku terlalu lalai dan kemudian jatuh, beliau tak akan pernah tega melihatnya. Masih satu guru dan aku sempat merasakan galau yang sangat dalam akan hal ini. Belum selesei pikiran ku berhenti memikrkan perkataan guru itu, seorang guru lain datang menghampiriku, menggait tangan ku, menuntunku keluar kelas dan mengajakku berbicara. Tepat sekali, ungkapan yang sama persis dengan ungkapan guru lain sebelumnya. Karena beberapa alasan itu, aku memutuskan, hari ini ketika raport sudah berada di tangan mama, aku tidak ingin mendekati, melirik, menyentuh atau bahkan membaca raport itu. Ku ajak salah satu teman ku untuk menemaniku hang out selepas acara pembagian raport usai. Pukul 09:00 WIB. Aku dan teman teman seperjuangan ku terdiam dan sesekali menengok ke dalam ruangan yang penuh akan orang orang yang lebih dewasa daripada kita dan tentunya satu guru yang berdiri di depan menghadap ke puluhan orang lainnya dan itulah wali kelas ku. Ibu Maria Martarina. Aku bahkan tidak ingin memastikan apakah mama telah berada di ruangan itu atau belum. Aku justru sibuk menyalakan laptop dan terjun bebas ke dunia maya. Sesampainya di dunia maya, tangan, hati dan fikiran ku tidak dapat bekerja sama dengan baik. Hati ku memikirkan akan hasil raport, tangan ku memikirkan hal menarik dalam dunia maya sedangkan otak ku terpecah memikirkan dua hal. Hasil raport dan dunia maya. Belum sempat aku menyentuh keybord laptop, seorang teman ku berlari dan kemudian menjatuhkan badanya pada pelukan seorang teman ku yang lain. Tangisnya sungguh tak terbendung. Kesedihan mendalam dapat aku rasakan atmosfirnya dari sini. Tepat sekali, hasil raport nya kali ini jauh lebih rendah dari pada semester sebelumnya. Aku mulai kacau dan tak karuan. Aku terus memaksakan pikiran, hati dan tangan ku untuk berkerja sama dan aku tiba juga pada waktu dimana aku sesungguhnya ingin melewatkan waktu itu. Seseorang meneriakkan "hey,na itu mama kamu!!" Satu detik, dua detik, tiga detik. Kuangkat perlahan wajahku menjauhi keybord dan mencari bola mata mama ku yang berwarna coklat indah itu. Menghembuskan nafas sekali kemudian aku bangkit dan memberanikan diri untuk mendekati bola mata berwarna coklat muda itu. Tiada percakapan istimewa diantar aku dan mama. Sebelum aku meminta, mama sudah lebih dahulu menjauhkan raport itu dalam pandangan bola mata ku. Sudah, hati ku mulai tenang dan fikiran ku sudah tidak pecah menjadi dua lagi. Kudekatkan jari jemari dengan keybord dan aku berusaha kembali terjun dalam dunia maya. Jujur, aku tidak bisa mengungkapkan apapun, ya karena memang aku belum mengetahui fakta tentang raport ku saat ini. Yang aku bisa hanya mengungkapkan perasaan bangga ataupun sedih dari teman teman sekelas ku melalu akun twitter kelas. @cerita_cookies. Sebut saja kelas Sebbelas IPS 3.
Komentar
Posting Komentar